Artikel

Berpihak pada Masyarakat Kecil Menengah, Ini Poin-poin RUU HPP

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id – Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang akan diteruskan pemerintah dan DPR ke Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan pada sidang paripurna DPR RI memberi keberpihakan pada masyarakat kecil dan menengah.

Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, kemenkeu.go.id, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan bagian dari reformasi struktural di bidang perpajakan.

“Ini bertujuan untuk mendukung cita-cita Indonesia maju, yaitu Indonesia yang ekonomi untuk tetap maju dan berkelanjutan, dengan pemerataan dan inklusivitas, serta didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif,” kata Menkeu.

Ia melanjutkan, RUU ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian panjang reformasi perpajakan yang telah dan sedang dilakukan selama ini, baik reformasi administrasi maupun reformasi kebijakan.

Oleh sebab itu, ia menilai bahwa RUU ini hadir pada saat yang tepat, yakni membuktikan Indonesia selalu bisa menggunakan sebuah krisis menjadi momentum reformasi.

“Pandemi yang menjadi sebuah fenomena exteraordinary telah menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi masyarakat. Ini menyebabkan APBN harus hadir untuk mengurangi tekanan tersebut. Pemerintah harus menghadapi situasi dimana pendapatan negara terkontraksi sangat dalam sementara belanja negara tumbuh signifikan, sehingga defisit melebar,” jelasnya.

Ada sejumlah poin penting terkait dibentuknya RUU HPP seperti diungkapkan Menkeu. Diantaranya:

1. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan, insklusif dan sekaligus mendukung percepatan pemulihan perekonomian serta mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.

2. Mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, serta melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan.

3. RUU HPP diharapkan akan terus meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

4. Mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, dengan disepakatinya beberapa hal antara lain pengenaan pajak atas natura, pengaturan mengenai tindak lanjut atas putusan Mutual Agreement Procedure (MAP), pengaturan kembali besaran sanksi administratif dalam proses keberatan dan banding, serta penyempurnaan beberapa ketentuan di bidang penegakan hukum perpajakan.

5. Memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah, melalui implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP untuk Wajib Pajak orang pribadi.

6. Memperkuat posisi Indonesia dalam kerjasama internasional, dan memperkenalkan ketentuan mengenai tarif PPN final.

7. Perluasan basis pajak, sebagai faktor kunci dalam optimalisasi penerimaan pajak, juga akan dapat diwujudkan melalui pengaturan kembali tarif PPh orang pribadi dan badan, penunjukan pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/ atau pelaporan pajak, pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN, implementasi pajak karbon dan perubahan mekanisme penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai.

Berdasarkan hal tersebut, Menkeu menyakini bahwa RUU HPP akan memberikan manfaat dalam membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel untuk menjaga kepentingan Indonesia hari ini dan ke depan.

“Implementasi berbagai ketentuan yang termuat dalam RUU tersebut diharapkan akan berperan dalam mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan,” pungkasnya.

Terkait hal ini, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam cuitannya di Twitter menyatakan adalah berita hoaks yang menyebut pemerintah akan pajaki gaji rakyat kecil.

“Pemerintah akan pajaki gaji rakyat kecil? Hoax! Faktanya, lapis penghasilan bawah justru diperlebar dan pajak yang dibayar akan lebih rendah. Penghasilan sd Rp 54 jt setahun (Rp 4,5 jt sebulan) tetap tidak kena pajak,” tulis Yustinus.

Lebih lanjut, ia menjelaskan faktanya perubahan tarif PPh OP justru melindungi masyarakat menengah ke bawah. Lapisan terbawah Penghasilan Kena Pajak dinaikkan dari Rp. 50 juta menjadi Rp. 60 juta. Selain itu, tarif PPh untuk orang kaya dinaikkan menjadi 35% untuk Penghasilan Kena Pajak di atas Rp. 5 miliar per tahun.

“Yang berpenghasilan kecil dilindungi, yang berpenghasilan tinggi dipajaki lebih tinggi pula. Ini sesuai dengan prinsip ability to pay alias gotong royong. Jelas toh , kebijakan ini berpihak pada siapa? Ya aku dan kamu,” demikian dalam unggahannya. (DIN)