Artikel

Hargai Privasi, Stop Sebar Data Pribadi

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id - Salah satu dampak negatif dari dunia yang serba digital seperti saat ini adalah kebocoran data. Dengan data yang tersimpan secara digital, seseorang yang punya niat jahat bisa dengan mudah melakukan pembobolan sehingga data kita bocor dan disalahgunakan.

Penyalahgunaan data pribadi yang umum adalah untuk syarat pinjaman online. Terkait ini, seseorang yang punya niat jahat hanya perlu mendapatkan KTP-el milik target, dan semua data yang diperlukan akan didapatkan.

Potensi kebocoran data KTP-el bisa terjadi kepada siapa dan kapan saja. Bahkan dalam beberapa kasus, pelaku pencurian data justru orang terdekat kita sendiri. Dengan mendapatkan data kita, orang jahat itu bisa dengan leluasa mengajukan pinjaman dengan nama kita.

Pemerhati Keamanan Siber, Yerry Niko Borang menyebutkan, masa serba digital seperti saat ini sangat sulit bagi siapa saja untuk mengamankan data pribadi atau KTP-el.

"Ini sangat susah dijaga, karena kebocoran KTP bisa terjadi di mana-mana. Soalnya data KTP dan KTP fisik itu dibuat di kelurahan, baru diserahkan ke kita. Rentangnya lumayan panjang," kata Yerry mengutip Kompas.com, Sabtu (4/9).

Sanksi Pidana Bagi Penyebar Data Pribadi Orang Lain

Padahal, menyebarluaskan data pribadi seseorang bisa diancam dengan pidana. Hal itu tersurat dalam Pasal 26 (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang ITE).

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa "Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan".

Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi, yang memiliki tiga pengertian, yaitu menikmati kehidupan pribadi secara bebas, dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa gangguan, serta mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi.

Sementara seseorang yang dengan sengaja melakukan pencurian data pribadi orang lain bisa dijerat dengan pasal 30 (3) UU ITE yang bunyinya:

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan."

Atas tindakannya, pencuri data pribadi bisa dijerat pidana penjara maksimal 8 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.

Pemerintah Dorong Pengesahan RUU PDP

Sebenarnya, kerangka hukum dalam UU ITE seperti tersebut di atas belum cukup memberikan keamanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah sejak lama mendorong DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

"Kementerian PAN RB mendorong DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi demi terjaminnya data masyarakat, khususnya ASN (Aparatur Sipil Negara), yang dalam hal ini dirugikan atas kebocoran data BPJS Kesehatan," kata Menpan RB, Tjahjo Kumolo pada Minggu, 23 Mei 2021 lalu.

Menteri Tjahjo mengatakan, penegak hukum masih kesulitan menjatuhkan sanksi pidana yang tegas terhadap oknum pelaku peretasan dan pembocoran data. (WIL)

Simak penjelasan ringkasnya berikut ini: