Artikel

Hindari Learning Loss, Sekolah Tatap Muka Harus Dimulai

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id - Sejumlah pakar menyebutkan, sekolah tatap muka harus segera dimulai untuk menghindari terjadinya learning loss bagi anak-anak.

Pasalnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau sekolah daring yang selama ini dijalankan masih memiliki celah dan berpotensi mengakibatkan pembelajaran kurang efektif.

Direktur Sekolah Dasar Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud-Ristek, Sri Wahyuningsih mengatakan sekolah tatap muka berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri akan dilakukan pada tahun ajaran baru mendatang.

"Kita mendorong dibuka tahun ajaran yang baru akan datang. Kesiapan komitmen PTM (pembelajaran tatap muka) dilaksanakan dengan terbatas, tidak 100%, dan dengan berbagai aturan," kata, dalam diskusi daring, Sabtu (5/6).

Sri berpendapat, pembelajaran yang dilakukan di dalam lingkungan pendidikan lebih memungkinkan untuk memastikan pelajar menyerap pengetahuan.

"Rasanya lingkungan pendidikan menjamin anak-anak kita tidak learning loss, bisa terpantau kegiatannya daripada anak belajar di rumah tapi tidak bisa menjamin apakah betul-betul belajar di rumah, apakah pengawasan orang tua maksimal," kata Sri.

Dengan tidak bisa diprediksinya kapan pandemi akan berakhir, Sri menegaskan pendidikan dan pembelajaran harus tetap dilakukan.

"Kita mencoba generasi ini tidak menjadi generasi rebahan saat mereka santai, tidak fokus, yang terjadi pada sebagian anak-anak kita. Tidak mudah kita lakukan, PTM secara terbatas harus kita lakukan semaksimal mungkin dan menjalankan fungsi pengawasan," kata Sri.

Sementara pengamat pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Budi Santoso Wignyosukarto menyebutkan, terdapat perbedaan signifikan ketika pembelajaran perkuliahan dilakukan secara tatap muka dan secara daring.

Proses PTM menyediakan waktu komunikasi yang intens dengan mahasiswa. Selain itu juga ada waktu bagi mahasiswa melakukan kegiatan praktikum guna memahami kenyataan sebuah teori. Namun, dengan pembelajaran daring, semua dilakukan dengan media video dan komunikasi virtual.

"Kalau ketemu mahasiswa yang haus ilmu, akan dihasilkan produk yang relatif sama. Tapi kalau ketemu dengan mahasiswa yang hanya menginginkan ijazah, hasilnya jelas berbeda," kata Prof. Budi, dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/6).

Prof. Budi juga mengungkap salah satu tanda yang menunjukkan mahasiswa mengalami learning loss selama PJJ. Tanda tersebut terlihat dalam bentuk kurang matangnya mahasiswa saat menjelaskan masalah saat penyusunan skripsi atau tugas akhir.

"Kalau sekolah lanjut akan frustasi karena ilmunya tidak sampai. Kasus anak-anak jalanan yang putus sekolah adalah contoh mereka yang mengalami learning loss. Mereka menganggap sekolah itu hanya formalitas mendapatkan ijazah sebagai kunci pembuka untuk jenjang berikutnya. Bukan sebagai aset atau bekal bagi masa depannya," ungkap Prof. Budi.

Dari sisi pengajar, menurut Prof. Budi, terdapat kesulitan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran. Diperlukan pembuktian apakah hasil PJJ akan menghasilkan kualitas yang lebih baik. Sebab, butuh upaya dari tiap-tiap pelajar dan mahasiswa untuk bisa menyerap ilmu dengan kondisi bergantung pada teknologi ini.

"Perlu pembuktian lapangan apakah produk mereka nanti juga akan lebih baik. Yang perlu diusahakan untuk mahasiswa adalah keseriusan mereka dalam mengikuti proses pembelajaran. Mereka harus menunjukkan kesuksesan nilai yang didapat juga mencerminkan kesuksesan mereka menambah ilmu pengetahuan," tambah Prof. Budi.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim mengatakan, pembelajaran tatap muka akan digelar pada Juli 2021. Ia juga mengatakan, orangtua memiliki hak mutlak menentukan apakah anaknya sudah boleh ikut sekolah tatap muka atau belum. (ACD)