Artikel

Mengupas Sejarah PON I sebagai Bukti Tonggak Kemerdekaan

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id - Pekan Olahraga Nasional XX (PON ke-20) diselenggarakan di Papua pada 2-15 Oktober 2021. Seharusnya, PON XX diselenggarakan pada 2020 lalu, namun karena situasi pandemi yang tidak memungkinkan sehingga diundur.

Pada PON XX digelar di empat wilayah di Papua, Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika, dan Merauke.

PON XX diikuti oleh sekitar 10 ribu atlet dan official dari 34 provinsi di Indonesia. Ada 37 cabang olahraga yang dipertandingkan dalam ajang empat tahunan ini. Tak heran jika sebagai ajang tingkat nasional, PON menjadi salah satu barometer kemajuan pengembangan olahraga tiap daerah.

Jika kita menilik ke belekang mengenai PON, diketahui bahwa PON I pertama kali dilangsungkan di Solo pada tahun 1948. Ada sejarah di balik perhelatan nasional ini.

Melansir informasi dari goodnewsfromindonesia.id, PON tidak hanya dimaknai sebagai semangat mencari prestasi dan kesehatan, tetapi juga perjuangan dan pembangunan.

Awalnya PON diadakan sebagai bentuk protes Bangsa Indonesia lantaran ditolak mengikuti Olimpiade ke-14 di London, Inggris. Pasalnya, saat itu kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia masih belum diakui penuh oleh masyarakat dunia.

Bahkan paspor Indonesia pun tidak diakui oleh pemerintah Inggris sehingga para atlet Indonesia ingin mengikuti kompetisi, mereka hanya bisa diterima jika menggunakan paspor Belanda dan tentu hal ini ditolak oleh para atlet tanah air.

Jika keadaan demikian, para atlet bersikeras hanya akan hadir di Olimpiade. Atas dasar hal ini kemudian, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) memutuskan untuk menyelenggarakan kompetisi serupa di dalam negeri yang diberi nama PON.

Presiden Soekarno membuka ajang PON I. Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menjabat Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) menutup acara yang menjadi salah satu kebanggaan Indonesia ini.

Dalam pidato pembukaannya, Presiden Soekarno menyinggung jika ajang ini bertujuan untuk unjuk diri kepada Belanda bahwa Indonesia adalah negara berdaulat.

"Pertama-tama mengucap syukur kepada Allah SWT bahwa PON berlangsung di alam merdeka bebas. Kemudian menyatakan perasaan bangga atas ikut serta pahlawan-pahlawan dari daerah-daerah pendudukan. Pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi datang di Solo ini tidak untuk berolahraga saja, tetapi terutama untuk menunjukkan semangat kemerdekaan yang menyala-nyala," kata Soekarno sebagaimana dikutip Merdeka 10 September 1948.

PON I yang berlangsung pada 8-12 September digelar secara sederhana karena dihelat di tengah perang kemerdekaan. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat masyarakat. Tanggal 9 September pun ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional.

Bertempat di Stadion Raden Maladi (sekarang menjadi Stadion Sriwedari), ajang olahraga ini diikuti 600 atlet dari 13 Karesidenan. Surakarta (Solo), Yogyakarta, Kediri, Madiun, Malang, Semarang, Pati, Jakarta, Kedu, Surabaya, dan ditambah Bandung, Magelang, serta Banyuwangi.

Saat itu, cabang olahraga yang dipertandingkan hanya berjumlah 9 cabor. Antara lain atletik, bola kerangjang, bulutangkis, sepak bola, tenis, renang, panahan, bola basket, dan pencak silat.

Menariknya, beberapa delegasi yang hadir dalam ajang olahraga ini bukan hanya sekadar menunjukkan kebolehannya di bidang olahraga, tetapi juga adanya sikap persatuan. Hal ini ditunjukan melalui keikutsertaannya dalam bayang-bayang ancaman Kolonial Belanda.

Juara umum PON I dipegang oleh Surakarta, lalu diikuti Yogyakarta di urutan kedua dan ketiga ditempati oleh Kediri.

Kendati demikian, para pemenang dari setiap cabor tidak mendapatkan medali berupa emas, perak dan perunggu atau piala. Para pemenang hanya mendapatkan secarik kertas berbentuk piagam.

Menurut keterangan dari Atlet Atletik Titi S Sudibyo, saat mengikuti PON I, usianya masih 14 tahun. Ia mewakili Kediri untuk cabor lompat tinggi.

“Saya keluar sebagai pemenang waktu itu dan hanya secarik kertas bertuliskan juara 1, juara 2 dan juara 3 bagi setiap pemenangnya," kata Titi dikutip laman resmi kemenpora.go.id.

Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Susuhunan Pakubuwono XI, dan Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman pun hadir dalam pembukaan kegiatan PON I.

Tak hanya itu, anggota-anggota Komisi Tiga Negara (KTN)—komisi bentukan Dewan Keamanan PBB untuk menengahi konflik Indonesia-Belanda—yakni Merle Cochran (mewakili Amerika Serikat), Thomas Critchley (Australia), dan Paul van Zeeland (Belgia), Konsul Jenderal Inggris Shepherd, serta Konsul Jenderal India Raghavan, beserta wakilnya Mohammad Yunus pun hadir.

Tonggak Kemerdekaan

Sejak dilangsungkan pertama kali pada tahun 1948, 35 tahun kemudian, Presiden Soeharto menyatakan penyelenggaraan PON I saat itu ditunjukan untuk menegakkan kemerdekaan di gelanggang internasional.

Hal itu ia sampaikan pada saat pemugaran Stadion Sriwedari, Solo (9/9/1983) silam. Bahkan PON I dianggap sebagai tonggak sejarah persatuan dan perkembangan olahraga di Indonesia.

PON I juga menjadi peletakan dasar yang kokoh bagi perkembangan dunia olahraga nasional. Hal ini ditandai dengan kemunculan organisasi olahraga yang belum ada sebelumnya termasuk penggabungan dengan federasi olahraga internasional.

Jika kita berkaca pada tahun 1948, kala itu hanya segelintir negara yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Itulah sebabnya PON diselenggarakan sebagai bukti bahwa Indonesia telah berdiri dan berdaulat.

"Tanpa adanya pemerintah dan dukungan rakyat, tidak mungkin ada kegiatan olahraga tingkat nasional," ujar Presiden Soeharto diwartakan Kompas.

Oleh sejak saat itu, timbullah semangat yang selanjutkan digaungkan sebagai proses pembangunan saat penetapan Hari Olahraga Nasional tanggal 9 September.

"Kita tidak mungkin mewujudkan masyarakat maju, adil, dan sejahtera lahir batin seperti yang kita cita-citakan jika masyarakat kita lemah jasmani dan rohani," tambah Soeharto.

Tak pelak, sejak saat itu, prestasi olahraga menjadi dorongan bagi pembinaan bangsa dan menimbulkan kebanggaan nasional.

"Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga!" tutup pidato Soeharto dalam acara Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas) IV di Istana Negara, 19 Januari 1981. (DIN)