Artikel

Pakar Hukum Pidana: Arahan Presiden Terkait 75 Pegawai KPK Harus Ditindaklanjuti

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id - Nasib 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus ditindak lanjuti tidak hanya Pimpinan KPK tapi juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini disampaikan pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita.

“Yang menindaklanjuti arahan Presiden bukan Pimpinan KPK saja tetapi MenpanRB dan Kepala BKN,” kata Prof Romli mengutip Viva, Rabu(26/5).

Tindak lanjut ini, kata Romli sudah sejalan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) yang bertugas dan berwenang melakukan pengangkatan, mutasi dan juga promosi alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, menurutnya tindakan pimpinan KPK juga sudah benar dalam menonaktifkan 75 pegawai tersebut.

“Sikap pimpinan KPK sudah benar tidak memberhentikan tetapi hanya memerintahkan serah terima tugas dan tanggung jawab ke 75 pegawai KPK yang gagal TWK kepada atasan mereka. Alasannya pemberhentian merupakan wewenang Kemenpan RB kecuali ada delegasi dari MenpanRB kepada pimpinan KPK untuk memberhentikan,” jelasnya.

Aksi protes ke 75 pegawai KPK tersebut, dikatakan Romli, sama saja dengan tindakan perlawanan melawan hukum. Karena, pada hakikatnya TWK di KPK merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN.

“Saya tegaskan bahwa protes atas reaksi instruksi alih tugas dan tanggungjawab 75 pegawai KPK kepada atasan merupakan akibat hukum mereka tidak lulus TWK, karena bagi yang lulus diberikan reward (R) bukan punishment (P). Jika tidak ada R dan P sama saja dengan tidak ada TWK jika TWK dinafikkan hasilnya sama saja dengan pelanggaran terhadap mandat UU ASN dan PP Alih tugas pegawai KPK menjadi ASN,” tambah Romli.

Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran ini mengaku prihatin dengan sikap koalisi guru besar dan masyarakat anti korupsi terhadap dukungan ke 75 pegawai KPK tersebut.

“Apalagi sikap dan tuntutan tersebut tidak menghormati prinsip due process of law dan equality before the law. Saya prihatin dan malu atas sikap dan tuntutan tersebut karena juga diamini oleh segelintir guru besar yang merupakan kelompok cendekiawan dan bijaksana,” imbuhnya. (CHE)