Artikel

Pemerintah Pangkas Birokrasi dan Regulasi, Pelayanan Makin "Happy"

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id – Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintahan Presiden Joko Widodo terus melakukan sejumlah inovasi dan perbaikan di tahun kedua pada periode kedua masa kepemimpinannya.

Mengutip dokumen berjudul Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh 2021 yang diunggah di laman resmi presidenri.go.id, mulai dari deregulasi, reformasi birokrasi hingga demokrasi juga menjadi fokus pemerintah saat ini.

“Tata kelola yang baik membuahkan akuntablitas, meningkatkan produktivitas, menyehatkan ruang publik. Regulasi turunan Undang-Undang Cipta Kerja dikebut, birokrasi diringkaskan. Kinerja menjadi efektif dan efisien,” demikian ditulis dalam dokumen tersebut.

Adanya 51 Regulasi Tindak Lanjut Cipta Kerja yang telah disusun akan berfungsi untuk memastikan eksekusi atas kemudahan serta kepastian perizinan juga bagi perluasan bidang-bidang investasi.

Maka, berbekal dengan fondasi ini, pemerintah dapat dengan leluasa meningkatkan kesejahteraan, membangun demokrasi, dan menyemaikan toleransi.

Pemerintah menghormati kemerdekaan berpendapat dan independensi pers di atas koridor hukum dan etika. Hal ini dilakukan untuk membangun demokrasi, partisipasi, legitimasi publik.

“Dialog konstruktif perlu dihidupkan secara persisten di ruang-ruang publik untuk melawan hoaks, fitnah, ujaran kebencian: virus–virus jahat yang menodai kebebasan berekspresi atas nama kebebasan berekspresi.”

Berdasarkan angka indeks kemerdekaan pers nasional tahun 2021 naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tahun 2021 sebesar 76,02 persen sementara tahun 2020 sebesar 75,27 persen.

Pemerintah pun terus berupaya untuk merawat kebinekaan, termasuk moderasi beragama. Tak lain hal ini dilakukan untuk menjaga tanah air ini agar tidak hancur karena intolerasi.

“Berbeda itu kekuatan. Perlu menjadi pilar pluralitas Indonesia. Konsensus keberagaman ini akan menjadi jaring penyelamat kita dari jebakan ekstrimisme, radikalisme, serta kekerasan.”

Setidaknya ada empat kasus intolerasi yang terjadi sejak tahun 2005 dan sudah terselesaikan, yakni konflik ahmadiyah NTB, konflik GKI Yasmin, konflik Sampang dan penyegelan Sunda Wiwitar.

Di sisi lain, berkenaan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang tengah dihadapi hampir seluruh dunia, Pemerintah Indonesia tetap menggelar Pilkada serentak di akhir 2020 lalu setelah sebelumnya sempat diundur.

Hal ini dilakukan untuk memberikan hak konstitusional warga negara memilih kepala daerahnya. Kepastian hukum dan politik turut menjadi alasan karena 270 kepala daerah telah habis masa jabatannya.

“Sudah ditunda satu kali. Harusnya pada September, kemudian ditunda ke Desember. Keputusan politik pemerintah dan DPR bersama KPU, Bawaslu akhirnya memutuskan karena kita sudah diperkenalkan dengan new normal bagaimana hidup di masa pandemi beradaptasi,” kata Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA.

Pesta demokrasi rakyat ini berlangsung secara bertahap, dan dengan protokol kesehatan yang ketat. Meski demikian, antusiasme publik ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) sangat luar biasa. 76,09 persen melakukan pemilihan.

Sementara dalam bidang perizinan, Online Single Submission (OSS) adalah buah baik reformasi sistem pelayanan. Melalui sistem ini, birokrasi menjadi terpangkas, dan transparansi menguat.

OSS meliputi perizinan vertikal dan horizontal terkait usaha kecil, menengah, serta berisiko tinggi. Dengan adanya sistem ini, kini pemerintah telah memberi kemudahan berusaha, mendorong wirausaha baru, memformalkan sektor informal, dan menciptakan lapangan kerja.

Pemerintah juga tidak lupa dan tak berhenti untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) secara bermartabat. Pemerintah berpendapat hak sipil, politik, ekonomi, sosial, serta budaya harus dilindungi secara berimbang tanpa ada yang terabaikan.

Hal ini dibuktikan dengan Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025 yang diatur dalam Perpres Nomor 53 Tahun 2021.

“Ini sudah bisa dieksekusi. Pemajuan HAM terhadap perempuan, anak, penyandang disabilitas dan masyarakat adat menjadi konsentrasi.”