Artikel

Presiden Jokowi Jadi Pembicara KTT Perubahan Iklim, Ini yang Disampaikan

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengundang secara khusus Presiden Joko Widodo untuk berbicara di rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, World Leaders Summit on Forest and Land Use.

Selain Presiden Jokowi, Presiden Kolombia juga akan berbicara dalam event yang diselenggarakan di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11).

Dilansir dari siaran pers Sekretariat Presiden, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Presiden Jokowi akan berbicara di hari kedua COP26.

"Hanya tiga pembicara atas undangan Perdana Menteri Inggris yaitu Perdana Menteri Inggris kemudian Presiden Kolombia dan Bapak Presiden," kata Menlu Retno.

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global.

Oleh sebab itu, lanjut Presiden kuncinya adalah solidaritas, kemitraan, kerja sama, dan kolaborasi global.

Ia pun memastikan dengan potensi alam yang dimiliki begitu besar, Indonesia akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim.

Lebih lanjut, sebagai contoh, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600.000 hektare sampai 2024, terluas di dunia. Selain itu, Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara 2010-2019.

Sementara di sektor energi, Indonesia terus melakukan upaya seperti dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara.

Tak hanya itu, Presiden Jokowi mengungkapkan Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, juga pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia yang berada di Kalimantan Utara.

Kendati demikian, orang nomor satu di Indonesia ini meminta dukungan dari negara-negara maju terkait upaya-upaya yang dilakukan ini.

“Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan potensi dihijaukan serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju,” ucapnya. (DIN)