Artikel

Sebab Lonjakan Covid-19 di Eropa, Jumawa Vaksinasi Tinggi hingga Lalai Prokes

 
 | ArusBaik

ArusBaik.id - Kasus Covid-19 di Eropa semakin mengkhawatirkan. Meski tingkat vaksinasi di negara-negara tersebut tinggi, namun angka penyebarannya kian mengalami lonjakan.

Direktur Regional World Health Organization (WHO) untuk Eropa Dr Hans Kluge mengaku khawatir akan kondisi ini. Oleh sebab itu, ia memperingatkan akan ada 500.000 lebih banyak kematian tercatat pada Maret 2022 jika tidak mengambil tindakan segera.

Peringatan tersebut pun muncul saat beberapa negara di Eropa seperti Inggris, Belanda, Jerman hingga Austria yang melaporkan tingkat infeksi tertinggi hingga ada yang memberlakukan penguncian sebagian dan penuh.

"Covid-19 sekali lagi menjadi penyebab kematian nomor satu di wilayah kami," kata Hans dikutip BBC International, Senin ini.

Tingginya angka Covid-19 di negara-negara Eropa tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Setidaknya ada lima penyebab melonjaknya Covid-19, yakni:

1. Berpuas diri saat vaksinasi tinggi

Melansir Kompas.com, kelengahan masyarakat yang sudah merayakan kehidupan normal karena angka vaksinasi yang tinggi, memicu lonjakan kasus Covid-19 di Eropa belakangan ini.

Seperti di Irlandia. Dengan tingkat vaksinasi 89,1 persen, Irlandia memberlakukan jam tengah malam di industri hiburan awal pekan ini. Lalu Portugal yang pemerintahnya tengah mempertimbangkan langkah baru di tengah kasus naik meski angka vaksinasi tinggi, yaitu 87 populasi sudah divaksin.

Ada juga Belanda yang melakukan pembatasan baru hingga menimbulkan aksi demonstrasi ricuh di Rotterdam.

Profesor Imunologi dan Co-Direktur Institut Infeksi Imperial College London Charles Bangham menungkapkan vaksin terus memberikan perlindungan yang sangat baik, kekebalan terhadap penyakit parah dan kematian.

"Tapi kita tahu bahwa varian Delta jauh lebih menular. Dan pada saat yang sama, ada perubahan dalam masyarakat, perilaku. Dan di banyak negara, beberapa tindakan pencegahan kurang diperhatikan,” ungkapnya kepada CNN.

2. Penularan dari orang yang belum melakukan vaksinasi

Para ahli berpendapat sejumlah orang yang belum divaksinasi meskipun angkanya kecil, tetap dapat menularkan virus Corona ke orang lain.

Mengambil contoh Irlandia yang tiga per empat populasinya sudah divaksin, masih ada satu per empatnya yang belum melakukan vaksinasi sehingga satu per empat ini belum terlindungi.

Kepala Departemen Kesehatan Internasional dan Pengobatan Tropis di Universitas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan RCSI Dublin Sam McConkey mengatakan apa yang dimiliki saat ini adalah epidemi yang belum divaksinasi.

“Sekitar 10 persen dari populasi kita di atas 12 tahun belum divaksinasi, dan kita melihat epidemi pada orang-orang itu, dapat diduga,” kata McConkey.

Selain itu, dengan kondisi sebagian besar anak-anak belum divaksinasi, orang tua lanjut usia dan orang yang rentan dengan penyakit penyerta masih dapat menderita kasus lanjutan, serta orang sehat tanpa gejala (OTG) dapat tertular dan menularkan virus.

3. Efektivitas vaksin yang menurun

Berdasarkan hasil dua penelitian yang diterbitkan bulan lalu, disebutkan kekebalan dari dua dosis vaksin Pfizer mulai menurun setelah sekitar dua bulan. Akan tetapi perlindungan terhadap penyakit parah, rawat inap, dan kematian, tetap kuat.

Tak hanya vaksin Pfizer, terhadap vaksin AstraZeneca dan Moderna, yang turut digunakan di Eropa juga menunjukkan hasil yang sama.

Profesor Kesehatan Masyarakat dan Epidemiologi serta Direktur Institut Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit Universitas Charité Berlin, Tobias Kurth mengatakan reaksi kekebalan terhadap orang-orang yang divaksinasi menurun selama periode waktu tertentu.

“Dan ketika kampanye vaksinasi dimulai di Jerman pada awal tahun ini, kami sekarang melihat beberapa kelompok umur dan beberapa orang kehilangan kekebalan mereka terhadap Covid-19 dengan cepat," kata Tobias.

Sementara itu, Profesor Epidemiologi dan Pengawasan Kesehatan Masyarakat di Universitas Sains Terapan Hamburg di Jerman, Ralf Reintjes menuturkan efektivitas vaksin yang menurun mungkin menjadi penyebab.

“Ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa jumlah orang yang divaksinasi yang membutuhkan rawat inap perlahan meningkat saat ini, terutama pada populasi yang lebih tua, yang divaksinasi terlebih dahulu," tuturnya.

4. Tingkat kepatuhan yang berbeda

Vaksinasi Covid-19 memang merupakan salah satu poin terpenting untuk memerangi virus Corona. Namun demikian, bukan berarti penularan virus SARS-Cov2 dapat berhenti dengan sendirinya.

Adanya pola pembatasan yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, maka tingkat kepatuhan terhadapnya juga bisa sangat berbeda. Seperti misalnya di Irlandia pada pukul 10 malam, situasi di restoran sedang ramai. Sementara di Spanyol dan Portugal ketentuannya makan di luar.

Profesor Kedokteran Pencegahan dan Kesehatan Masyarakat di Universitas Valencia Ana M Garcia mengatakan warga di Spanyol sangat berhati-hati dalam hal pembatasan. Mereka sebagian besar mengenakan masker dan menjaga jarak.

"Penggunaan masker hanya wajib di dalam ruangan, dan ini umumnya dilakukan, tetapi juga dapat Anda jumpai banyak orang masih mengenakan masker di luar ruangan," katanya.

5. Lelah dengan protokol kesehatan

Tidak disiplinnya melakukan protokol kesehatan berimbas pada melonjaknya angka Covid-19 d Eropa.

Ralf Reintjes berujar longgarnya kewaspadaan karena salah satu faktor utamanya adalah bosan. Selain itu, masyarakat juga telah lelah dengan situasi pandemi seperti saat ini.

Melonjaknya kasus Covid-19 di Eropa dapat menjadi bahan pembelajaran di Indonesia agar tidak mengalami hal serupa. Ingat, jangan lengah dengan 5M protokol kesehatan meski sudah melakukan vaksinasi secara lengkap. Dan bagi yang belum divaksin, segeralah melakukan vaksinasi demi kebaikan diri sendiri dan masyarakat sekitar. (DIN)